berdamai dengan diri sendiri, di sanalah adanya cinta. dan sesungguhnyalah cinta tidak lahir dari kesemena-menaan.

-Nanoq da Kansas-

10 Juli 2010

Petani Anggur Buleleng; Nasibnya Tak Semanis Rasa Buahnya






Manisnya buah anggur dari Kabupaten Buleleng, pastilah sudah terkenal ke seluruh pulau. Bahkan, tidak saja di Pulau Dewata, buah anggur hitam Bali Utara ini senantiasa menjadi incaran wisatawan luar daerah untuk dijadikan oleh-oleh khas dari Bali. Di samping renyah segar dan manis, untaian buah anggur Buleleng juga nampak begitu indah dan menggoda mata.



Teriknya sinar matahari menyusup ke sela-sela daun di saat belasan wanita sibuk memetik anggur milik pasangan Putu Sara dan Nengah Sedani. Kali ini, pasangan petani anggur itu dapat sedikit bernapas lega. Pasalnya, hasil panen kebun anggur mereka, yang terletak di Desa Kalianget, Kecamatan Seririt, kali ini tidaklah seburuk masa panen tahun 2009 kemarin.

Tahun 2009 lalu, kebun anggur mereka hanya menyisakan hutang. Hujan yang turun terus-menerus dengan kadar curah hujan yang tinggi membuat tanaman anggur mereka busuk karena lembab. Jangankan berbuah, berbunga pun enggan. Kalaupun berbunga, banyak yang rontok terkena hujan, sisanya membusuk karena lembab. Praktis, tidak ada keuntungan yang mereka terima. Malah sebaliknya, hutang menumpuk tak terlunasi. “Untuk panen kemarin, kami berhutang banyak di toko Bukit Subur,” ujar Sedani tanpa mau menyebutkan jumlah hutang yang dideritanya.

Untungnya kali ini, hasil panen kebun anggur seluas 32 are ini tidaklah separah pada musim panen sebelumnya. Pohon tumbuh dengan baik dan berbunga. Buah yang dihasilkan pun cukup banyak, meski tidak berwarna hitam, melainkan merah keunguan, bahkan ada yang terus berwarna hijau. “Kalau seperti ini buahnya, mau tidak mau harus tetap dipetik biar tidak busuk dan rugi,” kata Sudani lagi sambil menunjuk anggur-anggurnya yang keunguan dan hijau.

Belum Pasti Untung
Meski panen kali ini memberi hasil, ketakutan masih menghantui Sedani dan Sara, suaminya. Sebab, keuntungan yang akan masuk kantong masih belum pasti. “Belum tahu, berapa (keuntungan. Red), soalnya baru sedikit yang dipetik. Apalagi, harga anggur sekarang turun. Biarpun jumlahnya (anggur) banyak, tapi harganya murah. Belum lagi nanti hasilnya dipotong dulu untuk bayar utang,” tuturnya sambil tertawa getir.

Untuk membeli obat tanaman anggur, Sudani dan suaminya, Putu Sara, berhutang sebesar 7 juta, ditambah hutang yang tak terbayar tahun lalu. Harga anggur yang murah akibat sedang panen raya dan kualitas anggur yang tidak bagus membuat ibu dua anak ini tak mampu berharap banyak. Asal cukup untuk melunasi hutang, ia sudah bersyukur. Untungnya, dalam menghadapi masa-masa sulit seperti ini, ia dibantu anak pertamanya yang telah bekerja di Jakarta.

Harga anggur saat ini memang sangat rendah. Seperti dituturkan Sudani, harga jual anggur di gudang (dijual ke pembeli skala besar) untuk anggur yang keunguan per kilonya sebesar Rp. 2000,00, lebih murah daripada anggur yang berwarna hitam pekat yang harga per kilonya Rp. 2500,00. “Kalau dijual di pasar bisa sedikit lebih mahal,” katanya lagi. Sementara, pada musim panas, harga anggur bisa melonjak tajam hingga Rp. 7.000,00 per kilo. Ini disebabkan kualitas anggur yang bagus dan jumlah anggur yang dipanen tidaklah banyak alias agak langka.

Kesulitan seperti yang dialami pasangan Putu Sara dan Nengah Sudani ini memang kerap terjadi. Sayangnya, tidak ada bantuan dalam bentuk apapun dari pemerintah. Otomatis, untung-rugi yang dialami, mereka tanggung sendiri. Misalnya, hutang untuk membeli obat tanaman. Untungnya, mereka mendapat pinjaman berbunga ringan di sebuah toko yang menjual keperluan pertanian, seperti obat tanaman. “Kalau mau beli obat, terpaksa bayar cuma setengah. Sisanya ngutang dulu. Kalau sudah panen baru dibayar,” tukas Sedani.

Teks: Uliana Dewi Irwandani
Foto: Wayan “Kaplur” Sunantara

0 komentar:

Posting Komentar