berdamai dengan diri sendiri, di sanalah adanya cinta. dan sesungguhnyalah cinta tidak lahir dari kesemena-menaan.

-Nanoq da Kansas-

31 Juli 2010

Malapraktik Pendidikan, Sebuah Kesalahan yang Belum Terjawab

Oleh: I Wayan Sudirtha, S.Pd.

Suatu hari, seperti biasa setelah mengajar saya ngobrol di beranda teras sekolah. Mungkin karena obrolan kami menarik, beberapa siswa yang lain kemudian ikut bergabung. Satu hal yang menarik dari obrolan itu adalah ketika salah seorang siswa mempertanyakan status kata malpraktik dalam konteks Bahasa Indonesia. Diskusi kami berkembang sampai kepada suatu pernyataan ”Apakah malapraktik ada dalam ranah dunia pendidikan kita?”

Pertanyaan siswa tersebut sangat menarik karena beberapa alasan,yaitu; (1) Saat ini kasus malapraktik sedang menjadi topik hangat yang dibicarakan orang. (2) Kasus malapraktik pendidikan semakin sering terjadi di negeri kita.(3) Objek pertanyaannya menyentuh bidang keahlian saya sebagai seorang guru Bahasa Indonesia.

Sebagai bentuk tanggung jawab keilmuan, hal pertama yang ingin saya jawab adalah tentang status istilah maalpraktik dalam konteks kebakuan Bahasa Indonesia.

Bentuk mal- dalam bahasa Inggris awalnya berarti ’buruk’ kemudian bermakna’ tidak normal, tidak, salah, merupakan, mencelakakan, jahat’.Biasanya berkaitan dengan bencana.

Padanan mal- kita jumpai dalam bahasa Jawa Kuna yang diserap oleh Bahasa Melayu yaitu bentuk ‘mala-‘. Yang memiliki makna meluas yaitu; noda, cacat, membawa rugi, celaka, sengsara.

Dalam Bahasa Indonesia, bentuk mala- merupakan unsur terikat yang tidak dapat secara berdiri sendiri berfungsi sebagai sebuah kata dengan arti tertentu. Sebagai bentuk terikat, maka penulisan bentuk mala- digabungkan dengan kata yang menyertainya, misalnya; malabsorption (malaserap), maladaption, maladjustment (malasuai), maldistribution (maladistribusi, malaagih), malfeasance (malatindak(jabatan)), malformation (malabentuk,malaformasi),malfunction (malafungsi), malnutrition (malagizi), dan malposition (malasikap).Oleh karena itu, urutan unsurnya pun tetap. Berdasarkan hal itu padanan istilah inggris malpractice, bentuk bakunya dalam bahasa Indonesia adalah malapraktik, bukan malpraktik malpraktek, praktikmala atau praktik mala.

Kasus malapraktik awalnya sering mencuat dalam dunia kedokteran, militer dan hukum. Meskipun pada kenyataannya juga terjadi pada bidang profesi yang lain seperti pada profesi polisi, tentara, hakim, pejabat pemerintahan, termasuk di dalamnya pada profesi guru dan lembaga pendidikan. Pada hakikatnya malapraktik adalah menyangkut semua perbuatan menyimpang dari suatu profesi yang diatur dalam suatu kode etik tertentu yang menyebabkan orang lain menderita kerugian. Kerugian yang dimaksud tentu saja beragam jenisnya bergantung pada kasusnya. Namun secara umum kerugian malapraktik dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu; kerugian material atau fisik dan jasmani dan kerugian imaterial atau psikologis atau mentalitas.

Dalam dunia pendidikan, kasus malapraktik pendidikan pernah diperkarakan di California dan New York pada 1970-an,. Kasus itu mencuat setelah diketahui siswa dari beberapa sekolah di California dan New York dituding tidak menyediakan fasilitas yang cukup bagi siswanya sehingga mereka tidak bisa membaca dan menulis saat lulus dari sekolah. Tetapi hakim pengadilan menyatakan bahwa ”kegagalan belajar tidak sama dengan kegagalan mengajar” Sementara Peter W.V. dari San Fransisco, Unfied School Distrik menyatakan bahwa “ Ilmu pendidikan itu sendiri penuh dengan teori yang berbeda dan saling bertentangan, dan setiap orang mungkin saja mempunyai pandangan sendiri dalam suatu masalah. Keberhasilan karena melek huruf di sekolah, atau kegagalannya, dipengaruhi sejumlah faktor di luar proses mengajar yang resmi di luar aturan dari pemerintah.

Secara hukum kegagalan belajar memang tidak dapat diperkarakan. Hal tersebut sedikit berbeda dengan kegagalan mengajar. Kegagalan mengajar memeliki dimensi yang secara substansial berkaitan dengan persoalan profesional. Karenanya jika terjadi penyimpangan atau kelalaian atas praktik mengajarnya, guru dapat dituntut dengan tuduhan telah melakukan kegiatan malapraktik pendidikan.

Di Indonesia, disinyalir telah terjadi malapraktik pendidikan. Hal itu pernah ditegaskan Kepala Sub Direktorat Program Ditjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Depdiknas, Dr Abi Sujak. Malapraktik pendidikan dapat digambarkan dengan indikator ”Bila dalam suatu institusi pendidikan terjadi siswa malas belajar, menjadi pasif, dan takut terhadap jenis mata pelajaran tertentu, serta prestasi siswa tidak optimal, ini bisa menjadi indikasi terjadinya malapraktik.”

Malapraktik pendidikan dapat meliputi malapraktik oleh pemerintah, pejabat pemerintahan, lembaga penyelenggara pendidikan, guru, dan masyarakat. Malapraktik pendidikan oleh pemerintah dan pejabat pemerintah biasanya berupa; Penyediaan fasilitas belajar yang tidak memadai, Anggaran pendidikan yang tidak mendukung rasioanalitas pembiayaan pendidikan, keterlambatan pembayaran honorarium dan gaji, pemangkasan gaji, intimidasi, kekerasan birokrasi terhadap guru dan tenaga kependidikan yang disebabkan oleh perbedaan pendapat, kritik, dan sejenisnya.

Malapraktik oleh guru biasanya dapat meliputi persoalan yang sederhana seperti: ucapan guru yang kasar, tidak sopan, tidak senonoh terhadap murid atau siswa, sampai kepada praktik mendidik yang lebih kompleks seperti; kemalasan guru mengajar di kelas, keengganan membina dan membimbing siswa, pemberian nilai yang tidak sesuai prosedur, tekanan kepada siswa karena tidak mengikuti privat, perlakuan belajar dan pemberian hasil belajar yang tidak adil antara siswa yang mengikuti les privat dengan yang tidak, sampai kepada pembocoran dan pemberian kunci jawaban pada saat ujian nasional.

Sedangkan malapraktik pendidikan oleh lembaga pengelola pendidikan, meliputi: Korupsi biaya-biaya pendidikan, Tidak transparan, Pengabaian terhadap kesejahteraan guru dan pegawai, Pemberian beban kerja yang berlebihan, Proses penerimaan siswa yang tidak prosedural, Penyediaan layanan bimbingan yang lemah, Pengabaian tatatertib, Materi kurikulum yang terlalu berat atau tidak sesuai dengan perkembangan psikologi anak dan lain sebagainya. Hal lain yang dapat dikategorikan sebagai malapraktik pendidikan yang bersifat kelembagaan adalah ketidakmampuan lembaga dalam menyediakan fasilitas belajar dan mengajar yang memadai kepada siswa dan guru.

Materi yang terlampau ideal seringkali membebani dan membosankan siswa, sehingga berpotensi munculnya kegagalan belajar. Hal ini sering diabaikan lembaga-lembaga pendidikan kita. Sebagai contoh, pada pendidikan prasekolah (TK), sering dijumpai keinginan sekolah dan guru untuk membuat anak- anak bisa baca tulis dan hitung. Padahal sesuai dengan prasedur PAUD. Pendidikan TK hanya bertujuan mendidik anak bisa bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Artinya pendidikan prasekolah adalah periode adaptasi.

Orang tua sering bangga ketika anak-anak mereka telah lancar membaca, menulis dan berhitung pada usia dini. Mereka lupa bahwa proses belajar yang tidak alami pada suatu situasi tertentu akan menimbulkan kejenuhan yang fatal. Hal itu sering dijumpai pada siswa SD,SMP, dan SMA. Mereka yang sebelumnya memiliki potensi akhirnya harus menjalani hari-harinya dengan kekerasan, cacian dan makian di rumah dan di sekolah lantaran sering membolos dan memiliki nilai yang rendah. Jadi bila kita telusuri historisnya, sinyal-sinyal malapraktik pendidikan sesungguhnya berasal dari pendidikan dalam keluarga.

Di Indonesia, kegiatan malapraktik pendidikan, umumnya belum mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Karena pemahaman terhadap teori belajar dan konsep-konsep pendidikan oleh orang tua, masyarakat, guru, sekolah dan pemerintah belum baik (2) persoalan pendidikan belum sepenuhnya menjadi prioritas yang penting dalam sistem anggaran, (3) Perangkat hukum yang mengatur masalah-masalah malapraktik pendidikan belum memadai, (4) Perangkat undang undang pendidikan belum berfungsi secara efektif. Keempat faktor inilah yang menyebabkan penyelesaian hukum atas kegiatan malapraktik pendidikan belum terjawab.

Jembrana, 6 April 2010
Penulis adalah Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Negeri 1 Negara, Bali

1 komentar:

silvimargaret mengatakan...

Selamat Siang, Ijin Post Yahh bossku
Tunggu Apalagi Segera Daftar dan Depositkan Segera Di E D E N P O K E R . X Y Z
- Minimal Deposit 15.000
- Bonus New Member 10.000
- Bonus Next Deposit 5%
- Bonus Rollingan 0,5%
- Bonus Refferal 10% (Seumur Hidup)
REAL PLAYER VS PLAYER !!!

Posting Komentar