berdamai dengan diri sendiri, di sanalah adanya cinta. dan sesungguhnyalah cinta tidak lahir dari kesemena-menaan.

-Nanoq da Kansas-

31 Juli 2010

Pengabdian dan Ironi di Museum Manusia Purba Gilimanuk

Tahukah anda (warga Bali pada umumnya dan warga Jembrana pada khususnya), bahwa di ujung barat Pulau Dewata kita ini terdapat sebuah lokasi bersejarah? Sebuah tempat yang bernama museum, yang kita ketahui bersama sebagai tempat khusus untuk menyimpan benda-benda peninggalan nenek moyang kita? Mungkin ada di antara pembaca sekalian yang tidak mengetahui secuil fakta yang berbunyi “ada museum di ujung Bali Barat”? Sungguh ironis jika ada pembaca yang menjawab dalam hatinya, “Saya tidak tahu,” atau “Ah, masa sih?” atau celakanya ada yang menjawab, “Emang gue pikirin!”

Sederetan pertanyaan di atas bukanlah sebuah gugatan, melainkan sekadar pertanyaan polos yang menyadarkan kita bahwa di ujung barat Pulau Dewata tercinta ini bersemayam sebuah museum yang bernama Museum Manusia Purba Gilimanuk. Museum yang terletak di Gilimanuk (tepatnya di Teluk Gilimanuk) ini tak hanya menyimpan benda-benda bersejarah, namun juga menyimpan sebuah kisah klasik tentang pengabdian yang dilakoni oleh I Gede Bagus Ketut Ari Susila.

Keberadaan Museum Manusia Purba Gilimanuk ini tak lepas dari penelitian para arkeolog Indonesia pada tahun 1963, yakni Prof. DR R. Soejono dan Prof. DR T. Jacob. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan ratusan rangka manusia yang diperkirakan hidup pada akhir masa prasejarah dengan ciri-ciri ras Mongoloid. Kemudian salah satu tindakan untuk menyelamatkan dan memanfaatkan temuan arkeologi tersebut, Pemerintah Kabupaten Jembrana membangun sebuah museum yang bernama Museum Manusia Purba Gilimanuk. Museum ini berdiri sejak tahun 1993 dan diresmikan oleh Gubernur Bali ketika itu, Prof. Ida Bagus Oka.

“Visit Museum Year 2010”
Ditemui pada hari Rabu (24/3), I Gede Bagus Ketut Ari Susila selaku koordinator museum sedang sibuk menuturkan asal-muasal Museum Manusia Purba Gilimanuk beserta koleksinya kepada segerombolan siswa berkostum putih biru tua. Berbekal loudspeaker yang menggantung di lengannya, Pak Bagus (demikian rekan-rekan akrab memanggilnya) dengan lantang bersuara kepada siswa yang duduk mengitarinya. Ia memotivasi siswa agar cinta museum dan tak lupa akan asal-muasal nenek moyang bangsa Indonesia. Di sudut lain, Lilis Ratna Dewi, S.J., S.Pd., selaku koordinator Visit Museum Year 2010 untuk SMP Negeri 4 Melaya mengatakan bahwa kunjungan siswa-siswa kelas VII & VIII itu bertujuan untuk menindaklanjuti program Visit Museum Year 2010 yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. “Kegiatan ini sangat positif. Di samping untuk mengisi kegiatan tengah semester, siswa juga bisa belajar secara kontekstual pelajaran zaman manusia purba yang diberikan di sekolah,” imbuh Lilis.

Setelah ditunggu beberapa jam, akhirnya Pak Bagus selesai memberikan informasi kepada rombongan siswa. Tepat pukul 12.00, Pak Bagus mulai mengisahkan seluk-beluk Museum Manusia Purba Gilimanuk. Berkaitan dengan program pemerintah yang bertajuk Visit Museum Year 2010, ia mengatakan bahwa semenjak museum berdiri, baru pertama kali ini pemerintah pusat menggalakkan program demikian. Itu artinya semenjak 17 tahun berdiri, baru sekali mendapat perhatian dari pemerintah pusat yang berupa program Visit Museum Year 2010. “Biasanya museum ini sepi pengunjung. Belum tentu setiap hari ada pengunjung datang ke museum. Mayoritas pengunjung adalah rombongan tur pelajar dari Bali,” ungkap Pak Bagus dengan senyum getirnya. Ia juga menambahkan bahwa berkat program Visit Museum Year 2010, museum mulai ramai dikunjungi oleh rombongan siswa se-Kabupaten Jembrana semenjak 14 Maret lalu. “Harapan saya semoga untuk tahun-tahun berikutnya pemerintah tetap mencanangkan program-program seperti ini,” ungkap bapak dua orang anak tersebut sambil menyeka keringatnya.

137 Buah Koleksi Kerangka Manusia Purba
Menurut keterangan Pak Bagus, Museum Manusia Purba Gilimanuk memiliki koleksi total sebanyak 210 buah. Sebanyak 73 buah koleksi berupa manik manik, gelang dari kayu dan kerang, periuk kecil, tempayan, kendi, mangkuk dari tanah, mata kail, tajak dan sarkofagus. Sedangkan 137 buah koleksi lainnya berupa kerangka manusia purba. Berdasarkan penuturannya, kerangka manusia purba ditemukan sejak tahun 1963 oleh ahli prasejarah RP Soejono dari Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional. Kepala dan kaki kerangka itu tertekuk ke dada, dengan kepala terletak di selatan dan menghadap ke Gunung Prapat Agung yang dipercaya sebagai tempat suci.

Museum Manusia Purba Gilimanuk, berdiri di lahan seluas 5 hektar, dengan bangunan berlantai tiga. Masing-masing lantai terdapat benda purbakala yang berbeda-beda. Pada lantai satu terdapat 4 buah sarkofagus dan 5 buah kerangka manusia purba, 4 di antaranya sudah teridentifikasi jenis kelamin, tinggi badan dan usianya. Sedangkan satunya lagi merupakan temuan tak sengaja warga sekitar di areal situs purba yang luasnya mencapai 20 hektar. ”Jika ada temuan yang tidak disengaja seperti ini, biasanya kami meminta warga untuk melaporkannya ke pihak museum terlebih dahulu, kemudian kami akan melanjutkannya ke ahli-ahli arkeologi di Denpasar,” ungkap Pak Bagus sambil menunjuk ke arah kerangka manusia purba yang berada paling depan ruang pajang. Kerangka manusia purba biasanya ditemukan dalam bentuk posisi tubuh menyerupai bayi dalam kandungan. Hal ini dikaitkan dengan kepecayaan saat itu di mana kehidupan manusia terdiri dari tiga siklus, yaitu lahir, hidup dan mati. Setiap kerangka yang termasuk ras Mongoloid ini disusun dengan posisi sama seperti ketika ditemukan. Sayangnya, sebagian dari kerangka yang dipajang telah remuk.

Pada lantai dua tersimpan tajak perunggu yang digunakan untuk pertanian dan berburu. Tajak ini beserta manik-manik, gerabah dan kapak, dipakai sebagai bekal untuk berburu. Menurut Pak Bagus, tajak perunggu ada dua jenis yaitu berbentuk jantung dan berbentuk lonjong. Tajak ini digunakan sebagai alat bercocok tanam dan berburu. Di samping itu, tajak juga dipakai sebagai bekal kubur. “Orang yang meninggal dibekali tajak, karena kepercayaan zaman dahulu, setelah meninggal masih ada kehidupan di alam roh,” ungkapnya sambil sesekali menengok catatan tentang museum yang tersimpan baik pada memori telepon selulernya.

Sementara itu pada lantai tiga dijumpai perlengkapan dapur seperi gerabah, piring, kerang serta aksesoris seperti manik-manik dan anting. Penemuan kerang menandakan bahwa zaman perundagian tersebut manusia telah mengkonsumsi kerang. Pak Bagus juga menambahkan bahwa lokasi museum itu pada zamannya diduga merupakan perkampungan nelayan dari zaman perundagian (Zaman Perunggu) atau sekitar 600 tahun sebelum Masehi hingga 800 tahun Masehi.

Sosok Berharga Museum Manusia Purba Gilimanuk
Tak perlu diragukan lagi, predikat sosok berharga memang pantas disematkan kepada I Gede Bagus Ketut Ari Susila. Pasalnya, pria kelahiran 43 tahun silam ini sudah 14 tahun menjadi tulang punggung museum sebagai penutur sejarah museum. Bak seorang dalang, ia piawai menuturkan sejarah penemuan dan hasil penelitian 137 kerangka manusia purba yang ditemukan di situs seluas 20 hektar itu. Alumnus Jurusan Antropologi Universitas Udayana Denpasar ini sangat menguasai seluk-beluk zona tinggalan arkeologi terbesar dan terbanyak di Bali itu.

Sebelum diangkat sebagai pegawai tetap pada 2006, ia digaji mulai Rp 54.000,- hingga Rp 250.000,- perbulan. Meski kini tak lagi menjadi pegawai honorer, setiap malam ia tetap menginap di museum mulai Senin hingga Jumat. Pilihan tidur di museum menjadi satu-satunya alternatif bagi Pak Bagus karena dari rumahnya yang terletak di Denpasar (Lukluk), memerlukan waktu 3 jam untuk bisa sampai di museum tempatnya bekerja sekarang. Jadi, mau tak mau ia harus menginap dan melewati malam bersama 210 buah benda purbakala termasuk 5 kerangka manusia purba yang ada di dalamnya. ”Banyak yang mengatakan areal museum ini angker, tetapi saya tak pernah merasakan sesuatu yang aneh-aneh.”

Pak Bagus memang sosok yang perlu diacungi jempol. Selain selaku koordinator museum, tiap pagi ia juga merangkap sebagai tenaga kebersihan museum, bahkan malamnya pun ia mau tak mau merangkap sebagai tenaga keamanan museum. Sebuah NIP di dada, namun tiga pekerjaan yang dibebankan kepadanya. “Mulai makan, tidur, cuci dan setrika baju saya lakukan di museum ini,” tambahnya. Bisa dibayangkan betapa dalamnya makna sebuah kata “pengabdian” bagi I Gede Bagus Ketut Ari Susila untuk Museum Manusia Purba Gilimanuk. Baginya, menuturkan penggalan kisah unik manusia purba dari Gilimanuk kepada pengunjung merupakan sebuah kebanggaan tersendiri.

Belum Diperdakan
Museum Manusia Purba Gilimanuk yang berada di bawah naungan Dinas Kebudayaan hingga saat ini belum mematok retribusi (tiket masuk). “Pada tahun 2006 kami pernah mengusulkan kepada Pemkab Jembrana mengenai tiket masuk bagi pengunjung museum. Namun tampaknya hingga saat ini masih belum diperdakan (dibuatkan peraturan daerah) oleh pemkab,” tandas Pak Bagus. Benar saja, banyak anak kecil dari warga sekitar yang bebas berkeliaran keluar masuk museum, bahkan tanpa sepotong kata permisi. “Museum ini sebenarnya sudah dimasukkan ke dalam daftar obyek pariwisata Kabupaten Jembrana. Hanya saja papan atau pelang namanya belum dipasang.”

Saat disinggung mengenai perhatian pemkab, Pak Bagus mengaku bahwa museum tetap mendapat perhatian dari pemkab. “Hanya saja perhatian yang diberikan sebatas perawatan kecil seperti pengecatan dinding, pengadaan peralatan kebersihan maupun sarana kantor.” Memang, di sebelah utara pintu masuk museum terdapat beberapa buah peralatan kantor, seperti meja, lemari, sebuah telepon usang, wireless, TV 21 inch, water dispenser, dan sebuah sofa untuk tempat duduk para tamu yang sekaligus pada malam harinya berfungsi sebagai alas tidur Pak Bagus. Namun jika diperhatikan lagi, ada yang terasa kurang. Selain kantor museum yang menjadi satu dengan ruang pajang museum, ternyata kantor tersebut belum dilengkapi J-Net. Jangankan J-Net, seonggok komputer pun tak tampak menghiasi meja kantornya. Ironis memang bila kita bandingkan dengan keberadaan kantor-kantor milik pemkab dan sekolah-sekolah negeri yang sudah dilengkapi dengan J-Net. Kantor prebekel se-Kabupaten Jembrana saja sudah dilengkapi J-Net, masa museum yang notabene merupakan zona tinggalan arkeologi terbesar dan terbanyak di Bali itu tidak kebagian jatah J-Net? Parahnya lagi, menurut pengakuan Pak Bagus, bangunan gedung museum tersebut belum pernah direhab sama sekali semenjak pertama kali beroperasi.

“Berdasarkan kacamata antropologi, museum merupakan tempat menyimpan, merawat, dan memajang hasil budaya manusia untuk keperluan pendidikan, penelitian, serta pariwisata,” jelas Pak Bagus. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kehadiran Museum Manusia Purba Gilimanuk sudah menjalani fungsinya dengan baik. “Mulai dari keperluan pendidikan, misalnya kunjungan siswa; hingga keperluan penelitian, misalnya menerima peneliti lain untuk belajar di museum ini. Hanya saja untuk keperluan pariwisata belum bisa dimaksimalkan. Harapan saya semoga Museum Manusia Purba Gilimanuk ke depannya bisa lebih berkembang lagi, baik dari segi fisik seperti ruang pajang dan ruang kantor, maupun segi nonfisik seperti masih kurangnya tenaga kebersihan maupun tenaga keamanan,” ungkapnya mengakhiri.

Hendaknya, sekelumit permasalahan yang dimiliki Museum Manusia Purba Gilimanuk perlu diperhatikan oleh Pemerintah setempat. Untung saja museum tersebut memiliki sahabat setangkas I Gede Bagus Ketut Ari Susila. Tanpa beliau museum beserta koleksinya tersebut bak barang mati tanpa kisah, karena dari mulutnyalah kisah klasik manusia purba dari Gilimanuk mengalir dari satu mulut ke mulut lainnya.

Satu catatan lagi untuk masyarakat Bali pada umumnya dan masyarakat Jembrana pada khususnya, bahwasannya sekali lagi “ada museum di ujung Bali Barat”. Tentunya diharapkan masyarakat setempat bisa lebih memberdayakan keberadaan museum ini. Jangan sampai orang dari luar daerah Bali sudah terlebih dahulu mengetahui dan bahkan sudah terlebih dahulu mengunjungi Museum Manusia Purba Gilimanuk. Sedangkan, kita sebagai masyarakat lokal yang secara geologis hidup berdampingan dengan museum tersebut tidak tahu sama sekali mengenai keberadaan Museum Manusia Purba Gilimanuk!

Teks & Foto: I Gede Jaka Santosha

4 komentar:

Deddy Purnawan mengatakan...

Musiumnya bagus. tapi lingkungan sekitarnya g terawat. dan, koleksinya kurng lengkap. mungkin gara2 di bawa mahasiswa bwt pemblajaran. cuma ad kerajinan dr tanah liat aj yng banyak.

Wisata di Bali mengatakan...

Perlu perhatian pemerintah pusat untuk ikut melestarikan museum ini

silvimargaret mengatakan...


Selamat Siang, Ijin Post Yahh bossku
Tunggu Apalagi Segera Daftar dan Depositkan Segera Di E D E N P O K E R . X Y Z
- Minimal Deposit 15.000
- Bonus New Member 10.000
- Bonus Next Deposit 5%
- Bonus Rollingan 0,5%
- Bonus Refferal 10% (Seumur Hidup)
REAL PLAYER VS PLAYER !!!

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Posting Komentar