berdamai dengan diri sendiri, di sanalah adanya cinta. dan sesungguhnyalah cinta tidak lahir dari kesemena-menaan.

-Nanoq da Kansas-

10 Agustus 2010

Membaca Politik Jembrana dari Bali

Ketika pariwisata didengung-dengungkan dan diterima masyarakat Bali sebagai sosok yang dapat menjadikan Bali sebagai apa saja, kenyataan akan tanda-tanda merosotnya kedaulatan sosial-budaya, ekonomi hingga politik masyarakat Bali pun tak dapat ditolak lagi. Hal ini sebenarnya sudah bisa terbaca dua dasawarsa belakangan ini, di mana Bali dan masyarakatnya sebagai komunitas sosial budaya telah masuk dalam perangkap imperialisme modern yang semata-mata dikendalikan oleh modal.

Keterperangkapan kultural ini kemudian menjadi-jadi ketika pemerintahan sentralistik ikut ambil bagian dalam proses pembusukan Bali. Dan yang harus kita sayangkan, pembusukan terhadap Bali dilakukan secara cerdas dan terprogram. Semuanya seolah-olah berjalan pada mesin kekuasaan dan pemerintahan yang bernama sistem. Dan orang Bali menjadi mabuk kepayang. Lupa diri bahkan lupa daratan. Gemerincing dolar serta mimpi-mimpi akan kehidupan mewah semakin menjadi tujuan.

Nikmat dunia serta perubahan gaya hidup, ternyata ikut mempengaruhi laku budaya orang Bali, termasuk di dalam mengaktualisasikan dirinya di kancah politik. Sebagai “pemain baru” dalam pergolakan politik nasional di tengah perubahan radikal tatanan politik di era reformasi, telah membuat masyarakat Bali mengalami shock di bidang politik. Belum lagi hubungan emosional masyarakat Bali kebanyakan dengan Megawati Soekarnoputri, sebagai tokoh sentral di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, semakin membuat masyarakat Bali mengalami goncangan psikologi di bidang politik.

Di sisi lain, Partai Golongan Karya sebagai pemegang hegemoni politik kekuasaan di Indonesia termasuk juga di Bali hampir tiga dasawarsa, jelas menanggung beban psikologis yang tidak ringan, sebab dari sebagai “partai berkuasa” dengan single mayority-nya, sejak reformasi bergulir telah kehilangan pamornya di Bali. Kondisi ini jelas membuat elit-elit Partai Golongan Karya sebenarnya tidak siap untuk menghadapi kenyataan politik yang ada dan tentu sangat berpengaruh pada perilaku politik mereka di tataran akar rumput. Dan repotnya lagi, PDI Perjuangan sebagai hegemoni baru di bidang politik di Bali, hingga hari ini juga menunjukkan ketidaksiapan serta kegamangan sikap politik, yang berimbas pada tataran bawah yang juga salah di dalam menyikapi perilaku kaum elit partai.

Dari kegamangan sikap politik kedua raksasa politik itu, menyebabkan terjadinya benturan-benturan yang bernuansa politik seperti yang terjadi di Tabanan baru-baru ini dalam rangkaian pemilu kepala daerah.

Membaca Jembrana
Posisi strategis Kabupaten Jembrana sebagai iintu gerbang Pulau Bali belahan barat, jelas juga mempengaruhi iklim dan karakter politik masyarakatnya. Kuatnya pengaruh budaya urban sebagai konsekwensi logis atas keberadaan Kabupaten Jembrana yang bertetangga dengan Jawa Timur. Kondisi ini memang harus diterima sebagai sebuah keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri. Secara politis itu berarti ideologi partai yang berbasis Islam juga mempunyai hak hidup dan berkembang di Jembrana. Kondisi seperti ini tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Buleleng.

Peta Politik di Jembrana, secara sederhana juga sangat berbeda dengan peta politik dikawasan Bali lainnya. Terutama daerah Bali bagian tengah, selatan, dan timur, yang karakter dan budaya politiknya masih kental dengan sentuhan tradisi dan feodalisme. Sementara di Jembrana, iklim politik dapat dikatakan lebih demokratis, yang tentu saja tidak terlepas dari budaya lokal yang sejak dahulu memang menjadi antitesis dari budaya “Bali Adiluhung”. Jembrana termasuk budaya Bali pinggiran yang termarginalkan, sehingga bentuk-bentuk perlawanannyapun berbeda. Demikian juga dalam penyelesaian konfliknya, jelas juga berbeda.

Secara kasat mata, di daerah Bali Selatan, Tengah, dan Timur, sulit menemukan partai-partai berbasis agama Islam dapat berkembang. Sebutlah PPP, PAN, PBB atau partai lainnya yang basis tradisionalnya adalah kalangan muslim.

Tidak demikian halnya dengan Jembrana, partai-partai berbasis massa umat Islam, juga senantiasa ikut marak dalam menyambut pesta demokrasi Pemilu maupun Pilkada (Pemilu Kada). Bahkan di parlemen daerah, PAN, PKB, PKS dan PPP yang berkoalisi dengan partai kecil lainnya, selama ini mampu membuat perlawanan terhadap partai-partai besar seperti PDI Perjuangan dan Partai Golongan Karya dalam mempengaruhi berbagai keputusan legislatif.

Sebagai daerah dengan karakter urban yang cukup kental, mengingat di Jembrana tidak ditemukan penduduk asli tetapi semuanya pendatang dari Bali Timur dan Bali Selatan serta Jawa, membuat laku budaya politik Jembrana menjadi sangat dinamis. Secara kesejarahan pun tercatat bahwa di Jembrana pernah terjadi tragedi politik yang besar. Sebut saja misalnya tragedi G 30 S PKI dan tragedi perusakan massal pada saat Megawati Soekarnoputri gagal menjadi Presiden RI di awal era reformasi. Yang terakhir tragedi terjadi saat gagalnya pelantikan kepala daerah di Jembrana tahun 2000 yang lalu.

Dari rangkaian catatan yang ada, kita akan mampu meraba bagaimana peta politik di Jembrana dan bagaimana anatomi politik di Tanah Makepung ini. Bila kita beranjak dari kenyataan yang ada tanpa harus memberikan warna-warni dan muatan apapun, penyelesaian sebuah konflik tentu tidak harus berlarut-larut. Apalagi harus dengan pertumpahan darah dan maut. Tetapi persoalannya, konflik politik selalu ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan lain semisal kepentingan kekuasaan yang justru menjadi provokator sekaligus penghancur nilai-nilai politik-demokrasi itu sendiri.

Secara preventif setiap konflik dapat diredam dengan membuka dialog di antara komponen dan potensi masyarakat yang ada. Tidak hanya sebatas pada tataran elit tetapi juga pada tataran akar rumput. Selama ini ada keterjebakan yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat Bali kebanyakan, ketika harus menawarkan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang biasanya kemudian diterjemahkan ke dalam kesepakatan bersama. Bahkan dalam mewujudkan kesepakatan bersama itu, dilakukan sekat-sekat tinggi yang membatasi satu wilayah sosial dengan lainnya. Seperti misalnya kesepakatan yang dibuat oleh partai politik tentang penertiban atribut partai, di sini terasa benar bahwa masyarakat sedang di kotak-kotakkan oleh apa yang bernama partai. Kesepakatan juga sering berhenti pada kata sepakat untuk tidak sepakat. Kenapa demikian? Karena semuanya bersifat elitis dan penuh rekayasa.

Demikian juga dengan penyelesaian lainnya di luar wilayah politik. Semua diterjemahkan seolah dengan satu kata yang bernama perintah dan instruksi. Tangan kekuasaan begitu kuat mencengkeram. Sehingga mematikan partisipasi masyarakat. Di sisi lainnya, desa adat sebagai pilar terakhir budaya Bali, kini dibuat penuh dengan muat-muatan yang tak jelas. Apa-apa semuanya dilimpahkan kepada desa adat. Mulai masalah pelacuran, terorois, pedagang kaki lima, KTP, dan lain sebaginya, semuanya melibatkan desa adat. Padahal secara sadar kita tahu semuanya itu berada di luar wilayah desa adat, sehingga sering kesan yang tertangkap berbau SARA dan ini sangat rentan untuk disulut menjadi konflik.

Dalam konteks politik-demokrasi menjelang Pemilu Kada Jembrana 2010 ini, pendekatan yang seharusnya dilakukan oleh para elit politik di Jembrana adalah pendekatan dengan pola “kejelataan”. Artinya, para elit politik dan terutama mereka yang hendak mencalonkan diri sebagai bupati mendatang di Jembrana, harus memulainya dari pintu ke pintu tanpa ujug-ujug menokohkan diri sendiri atau mengatakan diri hebat. Pendekatan kultural dan penyamabrayaan adalah jalan yang paling baik, termasuk juga dengan Nyama Selam yang banyak ada di Jembrana.

Sebagai daerah urban, Jembrana memang menyisakan potensi konflik yang tidak kecil. Apalagi setelah kita menyaksika perhelatan-perhelatan Pemilu Kada di berbagai daerah belakangan ini, sebagian besar telah menimbulkan konfik horisontal maupun fertikal yang cukup parah. Tetapi kalau sejak dini kita sudah mulai mendialogkannya dengan masyarakat, dengan mempererat tali silaturahmi tidak sebatas elit saja, konflik yang mungkin terjadi akan lebih mudah dicegah atau diurai.

bali bicara

1 komentar:

silvimargaret mengatakan...


Selamat Siang, Ijin Post Yahh bossku
Tunggu Apalagi Segera Daftar dan Depositkan Segera Di E D E N P O K E R . X Y Z
- Minimal Deposit 15.000
- Bonus New Member 10.000
- Bonus Next Deposit 5%
- Bonus Rollingan 0,5%
- Bonus Refferal 10% (Seumur Hidup)
REAL PLAYER VS PLAYER !!!

Posting Komentar